TEORI DIFUSI INOVASI
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20,
tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde,
memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve).
Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi
seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada
dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang
lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa
menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers
(1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance
because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat
itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam
penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal
Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para
petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus
menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan
penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the
agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a
cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi
pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan
berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya,
dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti
Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F.
Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of
Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang
menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
Esensi
Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses
bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran
tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal
tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the
process by which an innovation is communicated through certain channels over
time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan
bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan
dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah
Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its
source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam
proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau
barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi
diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu
ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep
’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk
menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih
saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan
diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi
dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan
tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien,
adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap
atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling
tepat adalah saluran interpersonal.
(3) Jangka waktu; proses keputusan
inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau
menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan
dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan
keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih
lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam
sistem sosial.
(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang
berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah
dalam rangka mencapai tujuan bersama
Lebih lanjut teori yang dikemukakan
Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses
pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang
variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan
dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap
tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived
atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of
innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels),
(4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen
perubah (change agents).
Sementara itu tahapan dari proses
pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1. Tahap Munculnya
Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat
dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
2. Tahap Persuasi (Persuasion)
ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap
baik atau tidak baik
3. Tahap Keputusan (Decisions)
muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat
dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah
inovasi.
4. Tahapan
Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5. Tahapan Konfirmasi
(Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi
yang sudah dibuat sebelumnya.
Kategori
Adopter
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam
kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat
keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan
yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi,
yang telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang
pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1. Innovators: Sekitar
2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani
mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi
2. Early
Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang
dihormati, akses di dalam tinggi
3. Early
Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:
penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4. Late
Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau
tekanan social, terlalu hati-hati.
5. Laggards
(Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional.
Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion
leaders,sumberdaya terbatas.
Penerapan
dan keterkaitan teori
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan
berikutnya, teori Difusi Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses
pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan
sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan
masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi
merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses
dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan
sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention),
(2) difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan adalah
proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah
proses dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada anggota sistem
sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial
sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.
Sejak tahun 1960-an, teori
difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian tidak hanya dikaitkan
dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau
penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer
yang berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian
proses difusi inovasi,seperti perspektif ekonomi, perspektif ’market and
infrastructure’ (Brown, 1981). Salah satu definisi difusi inovasi dalam taraf
perkembangan ini antara lain dikemukakan Parker (1974),
yang mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan
memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga
menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik
(technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana
keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan
melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima
sebagai bagian dari kegiatan produktif.
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for
the Dissemination of Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4
(empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization), yaitu
1. Dimensi
Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang
bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.
2. Dimensi
Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru
dimaksud yang juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.
3. Dimensi Media
(MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk
tersebut dikemas dan disalurkan.
4. Dimensi Pengguna
(USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.
Bahan
Referensi
Hanafi,
Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit
Usaha Nasional
Rogers,
E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations,
London: The Free Press.
Rogers,
Everett M., 1983, Diffusion of Innovations. London: The Free Press.
Rogers,
Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New
York: Tree Press.
Brown,
Lawrence A., Innovation Diffusion: A New Perpevtive. New York:
Methuen and Co.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar